Renungan Minggu




Roh Kudus : Roh yang Memberdayakan Pribadi dan Komunitas

1 Korintus 14 : 1-25

Beberapa hal yang harus diketahui tentang karunia Roh menurut teks kita ini :
a. Bagi Paulus, karunia adalah suatu pemberian, anugerah allah untuk kepentingan umatNya (1 Kor 12 :7). karunia bukan diberikan Allah untuk menambah gengsi seseorang. Paulus ingin menekankan bahwa karunia, apapun jenisnya, pemberinya adalah Roh yang sama (1 Kor 12:4-11). Tekanan Paulus adalah pada Allah Sang pemberi karunia itu. Sebab DIAlah yang mengerjakan sendiri dalam segala sesuatu (1 Kor 12:6). Bukan orang yang mendapatkan karunia ataupun jenis-jenis karunia itu.

b. Roh Kudus memberi kuasa untuk menjadi saksi Kristus. Sehingga karunia-karunia Roh harus dipahami pemanfaatannya untuk memberdayakan orang percaya menyaksikan Yesus Kristus Tuhan. "Kamu akan menerima kuasa kalau Roh Kudus turun atas kamu dan kamu akan menjadi saksiKu..." (Kis 1 :8). Melepaskan karunia Roh dari fungsi "kesaksian" akan Kristus Tuhan, berarti menghilangkan motif dasar dari dianugerahkannya Roh Kudus kepada komunitas orang percaya.

c. Semua karunia Roh harus dibingkai dalam motif dasar kasih. Tanpa didorong oleh motif kasih, maka semuanya tidak akan berguna, tidak ada faedahnya, kosong dan sia-sia (1 Kor 13). Sehingga ketika paulus berbicara tentang karunia-karunia Roh, ia sangat menekankan kasih ini. Ia berkata :"Kejarlah kasih itu..." (1 Kor 14:1).

d. Fungsi karunia adalah untuk memberdayakan umat dan membangun jemaat atau Tubuh Kristus. Paulus memahami bahwa karunia Roh diberikan kepada orang-orang percaya untuk menjadikan mereka sebagai pribadi yang berdaya. Roh Kudus akan melengkapi umat dengan karunia Roh agar mereka sanggup memainkan peran panggilan mereka sebagai orang-orang percaya secara unik dan spesifik. Supaya oleh "keberdayaan" itu umat semakin efektif untuk memuliakan Allah dan menjadi saksi Kristus dalam hidupnya, membangun jemaat atau tubuh Kristus (1 Kor 14:12). Jadi karunia-karunia Roh itu sepenuhnya diarahkan bukan hanya untuk sibuk membangun diri sendiri, yang secara ekslusif dimiliki untuk diri sendiri, tetapi justru dipergunakan untuk membangun, menasehati dan menghibur sehingga jemaat dibangun (1 Kor 14:4-5). Tuhan memberkati.
(Intisari Kotbah Minggu, 15 Mei 2016, Pdt.Wara Adiati Retno Widuri, M.Min.)





Aliran Air Hidup

Yohanes 7 : 37-39

Tidak disangkal bahwa air merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sepanjang hidupnya. Mungkin manusia masih bisa bertahan hidup tanpa makanan dalam beberapa waktu/hari, namun ia tidak akan sanggup bertahan tanpa air. Bahkan, bukankah tubuh manusia itu sendiri sesungguhnya lebih banyak kandungan airnya jika dibandingkan dengan yang lain? Oleh karena itu tidak mengherankan jikalau air seringkali dipakai sebagai sebuah simbol atau gambaran tentang kehidupan itu sendiri. Dimana ada air, di situ akan ada tentang kehidupan, sebaliknya dimana tiada air, maka di situ tiadalah kehidupan.

Tuhan Yesus berkata kepada banyak orang : "Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepadaKu dan minum". Tentulah pernyataan Tuhan Yesus ini tidak dimaksudkan sebgai sebuah pernyataan yang berbicara tentang air secara material dan haus secara fisikal. Tuhan Yesus berbicara tentang hal haus secara rohani. Barangsiapa yang merasakan kehausan secara rohani, sehingga hidup ini seakan terasa kering, berat dan penat bahkan hidup seakan tidak berkembang; maka Yesus menawarkan "air hidup" yang akan membawa kehidupan manusia sungguh-sungguh terasa segar dan bergairah karena "dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup".

Betapa bersyukurnya kita jikalau kita memiliki persediaan "air hidup" tersebut, betapa gembira dan bersukacitanya kita tatkala dalam hati kita ada aliran air kehidupan. Ia akan membawa kesegaran senantiasa dalam hidup kita karena dalam setiap "musim hidup" kita, ada air yang senantiasa mengalir membawa kesejukan hati dan jiwa. Bahkan ketika sdari dalam hati kita mengalir aliran-aliran air hidup, maka kesegaran itu tidak hanya dapat kita rasakan sendiri tetapi juga dapat dirasakan oleh orang-orang yang ada di sekitar kita. Mereka yang tinggal dan hidup di sekitar aliran air maka dengan sendirinya juga akan merasakan dampak positif dari aliran air hidup itu. Amin.
(Intisari Kotbah Minggu, 8 Mei 2016, Pdt.Didik Hartono, MTh.)





Lebih Dari Pemenang

Roma 8 : 31-39

Telah diketahui bersama bahwa dosa merusak sedemikian dalam tatanan dan relasi kehidupan kita, sehingga hubungan dengan Tuhan menjadi rusak, hubungan dengan sesama menjadi rusak, begitupun dengan alam dan lingkungannya. Dosa bukan saja memisahkan manusia dengan Allahnya, tetapi juga hubungan antar manusia, tidak heran ada kebencian, prasangka, kejahatan, penindasan, perang, dll.

Teks kita menunjukkan bahwa Kebangkitan Yesus memberikan lebih dari sekedar kemenangan dosa, tetapi pada mengantar kita pada era baru, tatanan baru, dalam kaitannya dengan sesama dan lingkungan. Bukan lagi kuasa kejahatan, penindasan, kebencian, pengabaian, ketidakpedulian, yang kita sebarkan, tetapi kasih, pengampunan, perlindungan, keadilan dan damai. Semua buah positif dari iman kita, itulah yang kita taburkan dalam hidup ini.

Kebangkitan membuat kita menjadi manusia baru dalam hal :
1. Hidup dalam kebenaran dan kuasa Roh, bukan kuasa dosa, sehingga penebusan Tuhan Yesus tidak sia-sia. Dan lebih dari pemenang, kita hidup dalam kasih karunia bahkan untuk menerima tempat mulia bersama Bapa di Sorga.
2. Kebangkitan memulihkan relasi antar manusia (dan lingkungan) sehingga tidak ada lagi penindasan, kejahatan, kebencian berdasar ras, suku, agama, kelas sosial, dan gender. Kasih, keadilan dan damai akan menjadi prinsip utama pergaulan kita.

Inilah makna kebangkitan Yesus bagi pribadi maupun masyarakat manusia.
 (Intisari Kotbah Minggu, 24 April 2016, Pdt. Michael Salim, MTh.)






Ketika Uang Bicara

Matius 28 : 11-15

Uang yang tidak mengenal agama telah menguasai umat yang mengaku beragama dan berTuhan. Jika uang menguasai perjalanan sejarah gereja, bukanlah itu suatu hal yang menyedihkan. Gereja yang harusnya menjadi terang dan garam berubah menjadi tawar dan gelap. Tuhan yesus pernah membongkar praktek gelap ajli taurat dengan detail (Matius 23:1-36), soal kerakusan akan uang (ay. 25) sampai pada kemunafikan prilaku sebagai pemimpin agama (ay. 27). Ironis memang, ahli taurat sukses menjadi pendosa.

Setelah  sukses "membeli" mirud Yesus (Yudas) dengan 30 keping perak, mereka melobi pemimpin saat itu (Pilatus) dan berhasil membuat yang tidak bersalah menjadi terhukum dan yang bersalah menjadi bebas (Barnabas). Motto dunia hukum dan peradilan, yaitu lebih baik membebaskan orang bersalag daripada menghukum orang yang benar, dilanggar dan diputarbalikan. Tidak berhenti sampai disitu, kisah kebangkitan Yesus yang mencengangkan dan menggemparkan berubah menjadi kisah yang memalukan dan memilukan. Lagi-lagi dana dikucurkan dan serdadu penjagapun disuap untuk mengabarkan cerita dusta (Matius 28 : 11-15). Semua dilakukan hanya untuk memuaskan nafsu dan meraih kekuasaan dengan membeli "kepercayaan" umat.

Mari belajar dari Imam Ibnu Hatim Rahimahullah yang menjelaskan tentang uang Dinar. Dinar berasal dari kata Din dan Nar. Din berarti agama dan Nar berarti api neraka. Siapa menggunakannya dengan benar dan tujuan mulia, maka berkah agama menjadi miliknya. Tetapi jika menyalahgunakannya, maka siksa neraka baginya.

Selamat datang di sejarah kegelapan dan kehambaran "gereja", tetapi sekaligus selamat menjadi terang dan garam. Semoga umat terpanggil dan terbeban untuk "menelanjangi" kekuasaan uang dalam geraja. Semoga tidak ada lagi yang berlindung di balik topeng kasih dan kebenaran, sementara kejahatan terus berlanjut. Bijaklah menggunakan uang. Amin
(Intisari Kotbah Minggu, 17 April 2016, Pdt. Andriyan, S.Si.(Teol))






To Be Continues

Lukas 24 : 44-49

 

Kematian seseorang- apalagi seorang yang dikasihi- seringkali dimaknai sebagai suatu tonggak dimana segala sesuatunya telah berakhir. Tidak ada lagi kisah, tidak ada lagi cerita karena kematian seakan telah menutup semua kisah dan cerita. Yang ada kini tinggal kenangan; dimana kenangan itu memang bisa membuat kita tersenyum namun dapat pula membuat kita menangis, sedih, bahkan kemudian berdiam diri karena tiada lagi hal yang bisa dilakukan setelah kematian seseorang yang kita kasihi.

Demikian pula bagi para murid Yesus, peristiwa kemanatian Yesus dapat dimaknai sebagai peristiwa yang seakan membuat segala kisah tentang Yesus-orang yang mereka kasihi- akan segera berakhir. KuasaNya yang luar biasa, kasihNya yang mengherankan seakan berhenti oleh karena kematianNya di atas kayu salib. Para murid sepertinya belum begitu percaya akan kebangkitanNya dari kematian. Kisah yesus berakhir, karya AgungNya berhenti karena peristiwa kematianNya.

namun kini Yesus sungguh telah bangkit dan Ia menjumpai para muridNya. Ia membuka pikiran para murid sehingga mereka mengerti Kitab Suci (ay 45). Kisah yesus tidaklah berhenti, karya agung Penyelamatan tidaklah habis. Malah kini Yesus memberikan mandat agar para murid melanjutkan kisah ini. Mereka adalah saksi-saksi dari karya Agung ini, merekalah yang harus mewartakan kabar pertobatan dan pengampunan dosa kepada segala bangsa (ay 47). "To be Continues", bersambung... kisah karya Agung Penyelamatan yang dilakukan Yesus harus dilanjutkan dengan pemeran utama para murid Yesus. Dan janganlah takut hai para murid, karena Roh Kudus akan diberikan kepadamu untuk kelengkapan tugas ini. Lanjutkan...
 (Intisari Kotbah Minggu, 10 April 2016, Pdt. Didik Hartono, MTh.)




Tinggalah Bersama dengan Kami

Lukas 24 : 28-32


Kebanyakan murid-murid Yesus memahami kehadiran Tuhan Yesus secara fisik belaka. Sehingga  ketika Tuhan Yesus dikuburkan, mereka merasa ditinggalkan. mereka tidak lagi dapat berinteraksi dengan Tuhan Yesus. Inilah sumber ketakutan, kegelisahan dan pesimisme masa depan yang meraka alami. Oleh sebab itulah Tuhan Yesus beberapa kali menjumpai mereka paska kebangkitan untuk meneguhkan iman mereka.

Dalam perjumpaanNya dengan dua orang murid sepanjang jalan menuju Emaus, inilah juga yang Tuhan Yesus tegaskan, bahwa Ia selalu hadir di tengah mereka. bagaimana kehadiran Tuhan ini dikenali atau dirasakan ?
1. Melalui Firman Tuhan. Firman Tuhan adalah kehadiran Tuhan sendiri yang tidak terbatas oleh ruang, waktu, dan peristiwa. Melalui FirmanNya, Tuhan menyapa umatNya. Sebab itu jika murid ingin berjumpa dengan Tuhan, ia harus masuk pada Firman, mendalami dan belajar akan Firman.

2. Melaui ibadah dan persekutuan, terutama juga Perjamuan Kudus. Memang unsur-unsur Perjamuan Kudus adalah benda duniawi semata, tetapi semua itu adalah simbol kehadiran Tuhan. Iman seseoranglah yang menentukan bagaimana suatu ibbadah, persekutuan, atau Perjamuan Kudus menjadi tanda kehadiran. Sebab itu lakukan semua itu dengan kesungguhan sehingga kehadiranNya nyata dalam hidup kita.

Umat percaya dewasa ini tidak perlu mencari tanda-tanda ajaib atau bahkan yang sensasional akan kehadiran Tuhan. Cukuplah melaui FirmanNya dan masuk dalam persekutuan yang sungguh maka Ia akan tinggal bersama dengan kita.
(Intisari Kotbah Minggu, 3 April 2016, Pdt. Michael Salim, M.Th.)